BMKG Cuaca Ekstrem Ancam Penyeberangan di Merak
Jakarta, CNN Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bersama sejumlah pihak melakukan langkah untuk mengantisipasi potensi cuaca ekstrem yang mengancam jalur penyeberangan Merak-Bakauheni, salah satu lintasan transportasi laut terpadat di Indonesia.
BMKG menggandeng sejumlah stakeholder terkait, termasuk Kementerian Perhubungan, KSOP, ASDP, TNI AL, Polres, Polda, Polairud, Basarnas, dan Jasa Raharja.
Cuaca ekstrem yang mengancam penyeberangan di Merak biasanya ditandai dengan:
- Gelombang Tinggi: Mencapai lebih dari 2,5 meter, berisiko bagi kapal kecil.
- Angin Kencang: Dengan kecepatan lebih dari 20 knot, dapat mengguncang stabilitas kapal.
- Hujan Lebat: Mengurangi visibilitas dan menyulitkan navigasi.
- Petir: Menambah bahaya saat melintas di laut terbuka.
BMKG biasanya memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi kondisi ini. Operator pelayaran dan penumpang disarankan memantau informasi cuaca sebelum melakukan perjalanan.
Cuaca ekstrem adalah ancaman nyata, terutama di jalur penyeberangan Merak-Bakauheni yang menjadi penghubung vital bagi mobilitas masyarakat,” ujar Dwikorita dalam sebuah keterangan, Senin (9/12).
Langkah antisipasi tersebut salah satunya BMKG bersama KSOP Banten memeriksa kesiapan sistem pengawasan dan pengendalian operasional kapal. Langkah ini bertujuan mengintegrasikan informasi cuaca yang akurat ke dalam pengambilan keputusan operasional, sehingga arus penyeberangan tetap lancar meski menghadapi kondisi cuaca yang dinamis.
Kemudian, Dwikorita juga meninjau sistem monitoring, analisis, dan diseminasi informasi cuaca maritim di Stasiun Meteorologi Maritim Kelas 1 Merak.
Sistem tersebut dirancang untuk memberikan informasi real-time terkait cuaca, gelombang, dan arus laut kepada pihak-pihak terkait, termasuk operator kapal.
Sistem yang andal memungkinkan kita memberikan peringatan dini, sehingga semua pihak dapat mempersiapkan langkah mitigasi secara tepat waktu,” katanya.
Tak hanya puncak musim hujan, wilayah barat Indonesia juga akan semakin basah oleh adanya fenomena La Nina lemah. Menurut Dwikorita, dua fenomena itu, puncak musim hujan dan La Nina, bisa berdampak pada skenario terburuk curah hujan ekstrem hingga banjir bandang.
Kondisi ini juga diperparah oleh pergerakan seruak udara dingin dari dataran tinggi Siberia.
Dwikorita menjelaskan seruak dingin menyebabkan terjadinya angin kencang, gelombang tinggi, dan peningkatan curah hujan. Kecepatan angin dan peningkatan gelombang tinggi ini akan terjadi terutama di Laut Natuna.
Pada kasus paling ringan, seruak dingin tersebut adalah terganggunya aktivitas pelayaran. Dwikorita mencontohkan bagaimana seruak dingin pada 2022 mengganggu aktivitas penyeberangan di pelabuhan.
Sementara itu, skenario terburuknya adalah potensi banjir parah, mengulang bencana banjir Jakarta yang terjadi pada Januari 2020.